BAB
I
PERKEMBANGAN
PERBANKAN DI INDONESIA
Dalam
dunia Perbankan di Indonesia dalam kurung waktu belakangan ini mengalami
berbagai macam perubahan. Dalam pembahasan ini Kita bahas 4 macam periode yang
pernah terjadi di Indonesia :
1.
Dari tahun 1988-1996
2.
Dari tahun 1997-1998
3.
Dari tahun 1999-2002
4.
sampai sekarang.
1.
Periode 1988 – 1996
Dikeluarkannya
paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), antara lain berupa relaksasi
ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya
sejumlah bank umum berskala kecil dan
menengah.
Pada akhirnya, jumlah bank umum di Indonesia membengkak dari 111 bank pada
Oktober 1988 menjadi 240 bank pada tahun 1994‐1995, sementara jumlah Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun 1988 menjadi
9.310 BPR pada tahun 1996
2.
Periode 1997 – 1998
Pertumbuhan
pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank
Indonesia, Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga
internasional berupaya keras menanggulangi krisis tersebut, antara lain dengan
melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400
triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7
bank lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah
yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan dan perbankan tersebut
adalah:
a)
Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI)
b)
mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank
yang masih memiliki potensi untuk melanjutkan kegiatan usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang
signifikan terhadap kebijakannya
c)
Menutup bank‐bank
yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan melakukan marger
d)
Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri
perbankan seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e)
Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui penetapan
Undang‐Undang
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin independensi Bank Indonesia
dalam penetapan kebijakan.
3. Periode 1999 – 2002
Krisis
perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998memaksa pemerintah
dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka
melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
a)
Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas
untuk memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang
menjadi standard internasional bagi pengawasan bank
b)
Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time
Gross Settlements (RTGS)
c)
Menerapkan bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank
d)
Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa
Jakarta maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA)
e)
Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang direkap
f)
Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
4.
Periode 2002 – Sekarang
Berbagai perkembangan positif pada
sektor perbankan sejak dilaksanakannya program stabilisasi antara lain tampak pada
pemberian kredit yang mulai meningkat pada inovasi produk yang mulai berjalan,
seperti pengembangan produk derivatif (antara laincredit linked notes), serta
kerjasama produk dengan lembaga lain (reksadana dan bancassurance)
BAB
II
Salah satu sektor yang
paling dramatis terpengaruh oleh perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi adalah perbankan. Sebelumnya mari kita lihat kilas balik dan
perkembangan terkini mengenai perbankan Indonesia. Setelah lebih dari
seperempat abad terhitung dari deregulasi pada tahun 1983, perbankan Indonesia
telah mengalami berbagai gonjang-ganjing yang sangat mempengaruhi perekonomian
Indonesia. Titik nadir perbankan sendiri terjadi menjelang krisis multidimensi
yang terjadi pada tahun 1997 yang dikenal sebagai krisis moneter. Beberapa
tonggak penting perjalanan dalam kurun waktu tersebut adalah sebagai berikut.
Kilas Balik Perbankan
Indonesia
1. Paket 1 Juni 1983
merupakan salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional yang
tadinya belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai
diterapkannya equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.
2. Kebijakan Oktober
1988 menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan
kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat
jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada
pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang
luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight
Money Policy) yang diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.
3. Pakfeb 1991, yang
bertujuan untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga keuangan yang
sehat, kuat, dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat nasional
maupun global. Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai diterapkan
oleh Bank Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen yang harus
dipenuhi mulai tahun 1993.
4. Bom waktu perbankan
akhirnya meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya terhadap
perekonomian Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok yang
diawali dengan ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke krisis
moneter yang tak terlupakan dalam sejarah perekonomian Indonesia.
5. Pada tahun 1998
dibentuk BPPN sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan wajah perbankan
Indonesia. BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam serangkaian Letter of
Intent (LOI) antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, dengan LOI pertamanya
ditandatangani pada 1 November 1997. Pembentukan BPPN ini dianggap sebagai awal
proses rehabilitasi terhadap industri perbankan. Pada tahun 1998, dari 55 bank
yang dirawat oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank
harus masuk unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus
dirawat intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank
direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.
6. Perbankan Indonesia
sudah memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan diluncurkannya Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah meluncurkan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004, sebagai awal dari tahap
konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank Indonesia digolongkan
kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank nasional, bank fokus,
dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan bank tersebut didasarkan
pada kemampuan modalnya.
7. Terakhir adalah
paket Oktober 2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu maksudnya
adalah untuk mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit
tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup 13 Peraturan Bank
Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan kepemilikan tunggal dan
pelaksanaan Good Corporate Governance.
Kilas balik yang penuh
gejolak tersebut tidak menghalangi peranan perbankan sebagai sub sektor ekonomi
yang paling sentral peranannya dalam memobilisasi dana masyarakat. Mengacu ke
laporan Bank Indonesia, sampai dengan bulan Juli 2007, jumlah bank yang
beroperasi di Indonesia tercatat sebanyak 130 bank umum dan 1816 BPR. Total
aset perbankan nasional adalah Rp 1.801.094,- Milyar, belum termasuk asset BPR
sebesar Rp 25.140,- Milyar. Total simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga
yang berhasil dihimpun oleh bank umum adalah adalah sebesar Rp 1.562.070,-
Milyar dan oleh BPR sebanyak Rp 20.537,- Milyar. Memang sebuah angka yang luar
biasa dan terus meningkat dari tahun ke tahun.Angka-angka tersebut menunjukkan
beberapa hal yang menarik. Pertama, masyarakat Indonesia masih menaruh
kepercayaan terhadap perbankan sebagai alternatif investasi dan sebagai
institusi penyimpanan dana. Fungsi agent of trust ini tentunya membawa
konsekuensi terhadap pentingnya masalah intergritas institusi dan individu di
bidang perbankan.
Kedua, angka tersebut
menunjukkan dominasi atau ketergantungan terhadap bank sebagai lembaga
penyimpan sekaligus lembaga pembiayaan dalam perekekonomian Indonesia. Total
aset perbankan yang lebih dari 1800 triliun tersebut adalah dua kali lipat dari
PDB Indonesia, yang sampai triwulan I 2007 tercatat sebesar 915,9 triliun.
Angka tersebut juga terlihat luar biasa dibandingkan dengan total aset
perusahaan asuransi jiwa- yang tercatat hanya sebesar Rp 82 triliun pada
kuartal II 2007. Ketergantungan tersebut tentunya- di sisi lain, memang
mengandung resiko tinggi jika tidak dikelola dengan baik oleh pelaku-pelaku di
industri perbankan.
Ketiga, jumlah aset
dan dana masyarakat yang luar biasa tersebut tentunya memerlukan kapasitas atau
produktifitas yang tinggi, baik secara institusi maupun Sumber Daya Manusia di
bidang perbankan. Sebagai ilustrasi, dengan jumlah kantor bank umum sebanyak
9492 maka setiap kantor harus mengelola dana masyarakat sekitar Rp 165 Milyar
per kantor. Jika dana masyarakat dibagi dengan jumlah karyawan bank yang
berjumlah sekitar 100.000 orang maka setiap karyawan bank mengelola dana
masyarakat sekitar Rp 15 Milyar per orang. Kapasitas intitusi dan individu yang
bergerak di industri perbankan tersebut tentunya memerlukan fasilitas atau alat
bantu dalam pengolahaan dana dan berbagai layanan jasa keuangan terkait
lainnya. Disinilah fungsi dari teknologi informasi dan komunikasi di industri
perbankan.
Penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan
sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi Automated
Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System,
Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih
sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk
semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan.
Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking. Electronic banking
mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir
ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan”
atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa
kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh
lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic
check conversion.
Saat ini sebagian
besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking
yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan
dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smartcard). Dengan semakin
berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking
semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau
mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki
“magnetic strip”- yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening bank, dan
juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua
jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa
gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah
ini.
Jenis-Jenis Teknologi
E-Banking
Automated Teller
Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan
lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening
simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
Computer Banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat
data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar
tagihan, dan lain-lain.
Debit (or check) Card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang
memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari
rekening banknya.
Direct Deposit. Salah
satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja
atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau
pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap
rekening nasabah.
Direct Payment (also
electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah
untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara
elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct
payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus
menginisiasi setiap transaksi direct payment.
Electronic Bill
Presentment and Payment (EBPP). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau
diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email
atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut,
pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran
tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
Electronic Check
Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening,
jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan
pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
Electronic Fund
Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke
rekening lainnya melalui media elektronik.
Payroll Card. Salah
satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai
pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada
terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran
pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
Preauthorized Debit
(or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk
mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada
tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu
(misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik
ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT
Telkom).
Prepaid Card. Salah
satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan
sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
Smart Card. Salah satu
tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau
microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau
melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi
pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini
bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi
publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
Stored-Value Card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui
pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh
pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card,
penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan
dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang
dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum
digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di
lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah).
Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan
kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo
lainnya dalam jaringan antar bank.
BAB III
PENUTUP
Dengan
kemajuan teknologi yang sangat pesat di Indonesia, hal tersebut juga mendorong
kemajuan teknologi perbankan, dan meningkatkan efisiensi dalam mengerjakan
perkerjaan perbankan, serta dapat menghemat waktu.